Suami Tampar Istri, Polisi Tangkap Pelaku KDRT di Tenggarong Seberang

DIKSI.CO — Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kembali mencoreng kehidupan rumah tangga di Kutai Kartanegara. Seorang pria berinisial AS, warga Desa Bukit Raya, Kecamatan Tenggarong Seberang, ditangkap oleh Unit IV Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Kukar, usai diduga melakukan kekerasan fisik terhadap istrinya sendiri.
Penangkapan berlangsung pada Jumat (10/10/2025) sekitar pukul 15.30 Wita, setelah penyidik memastikan keberadaan pelaku di rumah orang tuanya di kawasan Jalan Kauman RT 01, Desa Bukit Raya. Tim gabungan yang dipimpin oleh IPTU Pricillia P. Loewensky K., S.Tr.K., M.H., bergerak cepat setelah menerima laporan masyarakat.
“Benar, tersangka telah kami amankan sore tadi. Ia diduga melakukan kekerasan fisik terhadap istrinya dan sudah kami proses sesuai prosedur hukum yang berlaku,” kata Pricillia saat dikonfirmasi, Selasa (14/10/2025).
Kasus ini berawal pada 18 Januari 2025 sekitar pukul 18.00 Wita. Menurut laporan polisi, peristiwa kekerasan terjadi di rumah pasangan suami istri itu di Desa Bukit Raya. Dalam situasi pertengkaran rumah tangga, AS diduga menampar bagian mulut korban dan menarik lengannya dengan keras, hingga meninggalkan bekas memar.
Korban kemudian melapor ke pihak berwajib. Laporan diterima oleh Unit PPA Polres Kukar dengan NA sebagai pelapor utama, disertai keterangan empat saksi, BS, NA, S, dan YJ.
Berdasarkan hasil penyelidikan dan pemeriksaan saksi-saksi, penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan AS sebagai tersangka.
Usai penetapan tersangka, polisi melakukan pemantauan terhadap keberadaan AS. Hingga akhirnya, informasi dari warga menyebutkan bahwa pria kelahiran Tenggarong, 11 Desember 2004 itu tengah bersembunyi di rumah ayahnya, di Desa Bukit Raya.
Mendapat informasi tersebut, Tim Alligator Satreskrim Polres Kukar bersama Unit IV PPA segera menyisir lokasi. Sekitar pukul 16.30 Wita, tersangka ditemukan tengah bersembunyi di kebun belakang rumah sang ayah.
“Proses penangkapan berjalan aman dan tanpa perlawanan. Tersangka langsung kami bawa ke Polres Kukar untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut,” ungkap salah satu anggota tim di lapangan.
Meski tidak ditemukan barang bukti fisik seperti senjata atau alat pemukul, polisi menegaskan bahwa hasil visum dan keterangan saksi korban sudah cukup kuat untuk menjerat tersangka dengan pasal KDRT.
Kasus ini kini ditangani sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Tersangka dijerat dengan Pasal 44 ayat (1) dan/atau Pasal 44 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT).
Pasal tersebut menegaskan bahwa setiap orang yang melakukan kekerasan fisik terhadap anggota keluarga dapat dipidana penjara paling lama lima tahun atau denda maksimal Rp15 juta. Jika kekerasan tersebut menyebabkan korban luka berat, ancaman hukumannya bisa lebih tinggi.
“Penanganan perkara ini menjadi bagian dari komitmen kami untuk memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak dari segala bentuk kekerasan, terutama di lingkup rumah tangga,” tegas IPTU Pricillia.
Ia juga menambahkan bahwa setiap laporan kekerasan domestik akan diproses secara profesional, tanpa diskriminasi dan dengan mengedepankan aspek perlindungan korban.
Dalam laporannya kepada pimpinan, tim kepolisian menyebut telah melakukan tiga langkah utama pasca penangkapan:
1. Mengamankan pelaku untuk mencegah potensi kekerasan lanjutan.
2. Melaporkan hasil giat kepada pimpinan Polres Kukar.
3. Melanjutkan proses hukum sesuai SOP dan peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, korban kini mendapatkan pendampingan dari Unit PPA dan diarahkan untuk menjalani pemulihan psikologis.
Kasus ini sekaligus menambah daftar panjang kekerasan dalam rumah tangga di wilayah Kutai Kartanegara sepanjang tahun 2025. Berdasarkan catatan Unit PPA Polres Kukar, setidaknya 27 laporan KDRT telah diterima sepanjang Januari hingga Oktober 2025, sebagian besar disebabkan faktor ekonomi dan perselisihan rumah tangga.
“Ini jadi alarm bagi kita semua. Kekerasan bukan solusi. Kami mengimbau masyarakat untuk lebih terbuka mencari jalan damai dan bantuan hukum ketika ada masalah dalam rumah tangga,” ujar Pricillia.
Kasus AS menjadi contoh nyata bahwa emosi yang tak terkendali bisa berujung jerat hukum. Di mata hukum, kekerasan fisik sekecil apa pun tetap dikategorikan sebagai tindak pidana jika dilakukan terhadap pasangan sah, anak, atau anggota keluarga.
Kepolisian berharap peristiwa ini menjadi pelajaran penting bagi masyarakat Kukar agar tidak menyelesaikan persoalan rumah tangga dengan kekerasan.
“Rumah tangga seharusnya jadi tempat berlindung, bukan arena kekerasan,” ujar Pricillia.
Kini, AS Resmi ditahan di Mapolres Kukar, menanti proses hukum lebih lanjut. Sementara korban masih dalam pendampingan intensif, sembari berharap kasusnya dapat menjadi pintu bagi banyak perempuan lain untuk berani bersuara ketika menjadi korban kekerasan.
(tim redaksi)